Rabu, 29 Januari 2014

Tugas Kritik Arsitektur


Kritik Deskriptif

Kritik deskriptif bersifat tidak menilai, tidak menafsirkan, semata-mata membantu orang melihat apa yang sesungguhnya ada.

Hakikat Kritik deskriptif :
-          Dibanding metoda lain, kritik deskriptif lebih nyata (factual)
-          Deskriptif mencatat fakta-fakta pengalaman seseorang terhadap bangunan atau kota.
-          Lebih bertujuan pada kenyataan bahwa jika kita tahu apa yang sesungguhnya suatu kejadian dan proses kejadiannya maka kita dapat lebih memahami makna bangunan.
-          Lebih dipahami sebagai sebuah landasan untuk memahami bangunan melalui berbagai unsur bentuk yang ditampilkannya.
-          Tidak dipandang sebagai bentuk to judge atau to interprete. Tetapi sekadar metode untuk melihat bangunan sebagaimana apa adanya dan apa yang terjadi di dalamnya.

Dan dalam kritik deskriptif ini, terdapat jenis metoda kritik deskriptif, yakni:
-          Depictive criticism (gambaran bangunan)
-          Biographical criticism (riwayat hidup)
-          Contextual criticism (peristiwa)

Metode Kritik Deskriptif
Objek  : Taman Budaya Yogyakarta
Lokasi            : Jl. Sriwedani no.1, Yogyakarta.

Taman Budaya Yogyakarta adalah bangunan yang mewadahi kegiatan seni dan budaya yang bertempat di Jalan Sriwedani No.1 Yogyakart. Berada di sebelah timur benteng Vredeburg, berdampingan dengan Taman Pintar dan Pasar Buku Shooping. Taman Budaya Yogyakarta ini berfungsi sebagai tempat yang mewadahi kegiatan dalam bentuk apresiasi dan ekspresi untuk mengembangkan nilai seni dan budaya. Selain itu tempat ini juga berfungsi sebagai sarana edukasi yang baik untuk menmabah wawasan ilmu pengetahuan kita terhadap nilai seni dan budaya.

Ketika saya mengunjungi Taman Budaya Yogyakarta, saya merasakan kedamaian akan suasana sekitar begitu juga dengan keramahan orang-orangnya. Begitu saya masuk saya disambut oleh gedung berwana putih seperti rumah yang begitu besar berlantai 2. Fasad bangunan tersebut dihiasi oleh 4 pilar besar di depannya yang memperlihatkan kegagahan akan bangunan serta jendela dan pintu dengan kusen berbentuk lengkung. Namun sayangnya warna cat pada bagian depan fasad bangunan terlihat ada yang kusam di salah satu sisinya yang sedikit kurang enak dipandang. Dan pada detail fasad bangunan terjadi pengulangan bentuk sehingga terkesan monoton.


Di depan bangunan ini juga terpampang poster-poster besar yang menginformasikan kegiatan seni yang akan di bawakan di Taman Budaya Yogyakarta. Sebelum saya masuk ke dalam bangunan, saya sempat menemukan perbedaan bentuk dari bangunan Taman Budaya Yogyakarta dengan Pusat Kesenian lain yakni Taman Ismail Marzuki yang ada di Jakarta, meskipun dalam fungsi bangunan sama yakni sebagai ruang yang menyediakan kebutuhan dari kegiatan seni dan budaya, baik audio, visual maupun audiovisual.







Sebelumnya Taman Budaya Yogyakarta terdiri dari 2 bagian yakni concert hall dan Gedung Societeit Militair. Dan gedung berwarna putih di atas tadi merupakan gedung concert hall Taman Budaya Yogyakarta yang merupakan gedung baru yang di bangun sekitar tahun 2000.

Setelah saya memasuki ruang di dalam gedung, pada lantai 1 terdapat ruang yang cukup besar yang fungsinya sebagai ruang pameran atau galeri pertunjukkan visual seperti pameran seni lukis dan seni rupa. Sayangnya ketika saya berkunjung kesana tidak terdapat acara kegiatan sehingga ruangannya kosong. Namun saya tidak berkecil hati karena saya juga ingin melihat ruang-ruang apa saja di dalamnya. Dan ternyata, ruang pameran di lantai 1 ini bukan hanya difungsikan sebagai galeri saja melainkan juga sebagai ruang diskusi. Dan dibelakang bangunan juga terdapat kantor yang melayani baik urusan penyewaan gedung atau informasi gedung lainnya serta di sediakan pula fasilitas seperti musholla dan toilet.




Setelah melihat ruang di lantai 1, saya bergegas melihat ruang di lantai 2 di atasnya. Untuk menuju lantai 2 terdapat tangga di luar yang berada di kedua sisi bangunan. Bukan hanya tangga, untuk menuju lantai 2 juga terdapat ramp yang landai yang dapat digunakan untuk penyandang cacat atau membawa barang.
Pada lantai 2 saya melihat ruang di bawah kolong tangga. Ternyata ruang tersebut adalah ruang yang dijadikan museum. Dan museumnyapun dinamakan museum kolong anak tangga. Hal membuat saya mengerti bahwa kita dapat memanfaatkan atau mengisi ruang kosong untuk dapat menjadi ruang yang berfungsi dengan baik sehingga tidak adanya ruang kosong.

Di lantai 2 juga terdapat tangga sebagai penghubung untuk memasuki ruang pertunjukkan seni audio dan audiovisual seperti pertunjukkan teater atau film, wayang, musik, tari serta pembacaan puisi. Ruang pertunjukkan di lantai 2 ini cukup besar karena dapat menampung 1200 kursi penonton. Dan stagenya pun juga besar. Selain itu terdapat ruang-ruang lain disekitarnya seperti ruang rias, ruang VIP, ruang operator, ruang lighting, gudang dan toilet.

Setelah puas melihat-lihat ruang di dalam gedung saya turun untung mengitari bangunan concert hall tersebut. Pada selasar bangunan saya melihat anak-anak remaja yang sedang latihan musik dengan alat-alat musik yang dimainkannya. Ketika saya kea rah belakang bangunan, saya cukup terkejut karena tepatnya dib ayah atau sekitar tangga bagain belakang, saya menemukan beberapa pernak-pernik kesenian yang sudah tidak terpakai diletakkan begitu saja. Hal tersebut kurang enak dipandang karena terlihat berantakan dan kotor sehingga terkesan kurang terawat. Bukan hanya itu, ketika saya mengitari bagian belakang gedung yang terdapat tanjakan atau ramp untuk menuju bagian belakang yang mungkin fungsinya sebagai area servis (bongkar muat barang), saya juga menemukan beberapa sampah di salah satu sudutnya.



Pada Taman Budaya Yogyakarta ini juga terdapat kegiatan pendukung seperti adanya perpustakaan, rumah makan, art shop, ruang binnale (seni rupa) dan area parkir mobil dan motor serta area servis.
Pada bagian belakan gedung concert hall juga terdapat ruang perunjukkan outdoor atau biasa disebut dengan teater halaman dengan ukuran yang tidak terlalu besar. Dan terlihat juga anak-anak remaja yang sedang melakukan kegiatan disana.



Dan setelah puas melihat lihat ke area belakang, saya kembali ke area depan, tepatnya ke bangunan yang sudah menjadi daya tarik saya, yakni Gedung Societeit Militair. Gedung ini adalah peninggalan belanda pada masa lalu. Dulu fungsinya sebagai sarana rekreasi anggota militer belanda beserta keluarga. Pada hari istimewa misalnya hari kelahiran Ratu Wilhemina disini digelar aneka pertunjuka misal sulap, tonil, dan konser musik. Tempat ini juga digunakan untuk bermain anggar.





Dan sekarangpun bangunan ini masih di jaga dan tidak mengalami perubahan bentuk yang mendasar. Di dalam bangunan ini terdapat hall yang cukup besar, terlihat sekali ruangan tersebut memiliki ciri khas dari arsitektur belanda.



Dan di dalamnya lagi terdapat ruang pertunjukkan berkapasitas 230 penonton.


Dan itulah sedikit mengenai Taman Budaya Yogyakarta yang saya kunjungi di tahun kemarin. Senang rasanya dapat mengunjungi bangunan-bangunan yang dapat mewadahi kegiatan seni dan budaya sambil melihat-lihat bentuk arsitektur dan juga menambah wawasan dalam ilmu pengetahuan.

Sumber gambar : dokumentasi pribadi, 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar