Kritik
Deskriptif
Kritik deskriptif bersifat tidak
menilai, tidak menafsirkan, semata-mata membantu orang melihat apa yang
sesungguhnya ada.
Hakikat Kritik deskriptif :
-
Dibanding metoda lain,
kritik deskriptif lebih nyata (factual)
-
Deskriptif mencatat
fakta-fakta pengalaman seseorang terhadap bangunan atau kota.
-
Lebih bertujuan pada
kenyataan bahwa jika kita tahu apa yang sesungguhnya suatu kejadian dan proses
kejadiannya maka kita dapat lebih memahami makna bangunan.
-
Lebih dipahami sebagai
sebuah landasan untuk memahami bangunan melalui berbagai unsur bentuk yang
ditampilkannya.
-
Tidak dipandang sebagai
bentuk to judge atau to interprete. Tetapi sekadar metode
untuk melihat bangunan sebagaimana apa adanya dan apa yang terjadi di dalamnya.
Dan dalam kritik deskriptif ini,
terdapat jenis metoda kritik deskriptif, yakni:
-
Depictive
criticism (gambaran bangunan)
-
Biographical
criticism (riwayat hidup)
-
Contextual
criticism (peristiwa)
Metode
Kritik Deskriptif
Objek : Taman Budaya Yogyakarta
Lokasi : Jl. Sriwedani no.1, Yogyakarta.
Taman
Budaya Yogyakarta adalah bangunan yang mewadahi kegiatan seni dan budaya yang
bertempat di Jalan Sriwedani No.1 Yogyakart. Berada di sebelah timur benteng
Vredeburg, berdampingan dengan Taman Pintar dan Pasar Buku Shooping. Taman Budaya Yogyakarta ini berfungsi sebagai tempat yang
mewadahi kegiatan dalam bentuk apresiasi dan ekspresi untuk mengembangkan nilai
seni dan budaya. Selain itu tempat ini juga berfungsi sebagai sarana edukasi
yang baik untuk menmabah wawasan ilmu pengetahuan kita terhadap nilai seni dan
budaya.
Ketika
saya mengunjungi Taman Budaya Yogyakarta, saya merasakan kedamaian akan suasana
sekitar begitu juga dengan keramahan orang-orangnya. Begitu saya masuk saya
disambut oleh gedung berwana putih seperti rumah yang begitu besar berlantai 2.
Fasad bangunan tersebut dihiasi oleh 4 pilar besar di depannya yang
memperlihatkan kegagahan akan bangunan serta jendela dan pintu dengan kusen berbentuk
lengkung. Namun sayangnya warna cat pada bagian depan fasad bangunan terlihat
ada yang kusam di salah satu sisinya yang sedikit kurang enak dipandang. Dan pada detail fasad bangunan terjadi pengulangan bentuk
sehingga terkesan monoton.
Di
depan bangunan ini juga terpampang poster-poster besar yang menginformasikan
kegiatan seni yang akan di bawakan di Taman Budaya Yogyakarta. Sebelum saya
masuk ke dalam bangunan, saya sempat menemukan perbedaan bentuk dari bangunan
Taman Budaya Yogyakarta dengan Pusat Kesenian lain yakni Taman Ismail Marzuki
yang ada di Jakarta, meskipun dalam fungsi bangunan sama yakni sebagai ruang
yang menyediakan kebutuhan dari kegiatan seni dan budaya, baik audio, visual
maupun audiovisual.
Sebelumnya
Taman Budaya Yogyakarta terdiri dari 2 bagian yakni concert hall dan Gedung Societeit Militair. Dan gedung berwarna
putih di atas tadi merupakan gedung concert
hall Taman Budaya Yogyakarta yang merupakan gedung baru yang di bangun
sekitar tahun 2000.
Setelah
saya memasuki ruang di dalam gedung, pada lantai 1 terdapat ruang yang cukup
besar yang fungsinya sebagai ruang pameran atau galeri pertunjukkan visual
seperti pameran seni lukis dan seni rupa. Sayangnya ketika saya berkunjung
kesana tidak terdapat acara kegiatan sehingga ruangannya kosong. Namun saya
tidak berkecil hati karena saya juga ingin melihat ruang-ruang apa saja di
dalamnya. Dan ternyata, ruang pameran di lantai 1 ini bukan hanya difungsikan
sebagai galeri saja melainkan juga sebagai ruang diskusi. Dan dibelakang
bangunan juga terdapat kantor yang melayani baik urusan penyewaan gedung atau
informasi gedung lainnya serta di sediakan pula fasilitas seperti musholla dan
toilet.
Setelah
melihat ruang di lantai 1, saya bergegas melihat ruang di lantai 2 di atasnya.
Untuk menuju lantai 2 terdapat tangga di luar yang berada di kedua sisi
bangunan. Bukan hanya tangga, untuk menuju lantai 2 juga terdapat ramp yang
landai yang dapat digunakan untuk penyandang cacat atau membawa barang.
Pada
lantai 2 saya melihat ruang di bawah kolong tangga. Ternyata ruang tersebut adalah
ruang yang dijadikan museum. Dan museumnyapun dinamakan museum kolong anak
tangga. Hal membuat saya mengerti bahwa kita dapat memanfaatkan atau mengisi
ruang kosong untuk dapat menjadi ruang yang berfungsi dengan baik sehingga
tidak adanya ruang kosong.
Di
lantai 2 juga terdapat tangga sebagai penghubung untuk memasuki ruang
pertunjukkan seni audio dan audiovisual seperti pertunjukkan teater atau film,
wayang, musik, tari serta pembacaan puisi. Ruang pertunjukkan di lantai 2 ini
cukup besar karena dapat menampung 1200 kursi penonton. Dan stagenya pun juga besar. Selain itu
terdapat ruang-ruang lain disekitarnya seperti ruang rias, ruang VIP, ruang
operator, ruang lighting, gudang dan
toilet.
Setelah
puas melihat-lihat ruang di dalam gedung saya turun untung mengitari bangunan
concert hall tersebut. Pada selasar bangunan saya melihat anak-anak remaja yang
sedang latihan musik dengan alat-alat musik yang dimainkannya. Ketika saya kea
rah belakang bangunan, saya cukup terkejut karena tepatnya dib ayah atau
sekitar tangga bagain belakang, saya menemukan beberapa pernak-pernik kesenian
yang sudah tidak terpakai diletakkan begitu saja. Hal tersebut kurang enak
dipandang karena terlihat berantakan dan kotor sehingga terkesan kurang
terawat. Bukan hanya itu, ketika saya mengitari bagian belakang gedung yang
terdapat tanjakan atau ramp untuk menuju bagian belakang yang mungkin fungsinya
sebagai area servis (bongkar muat barang), saya juga menemukan beberapa sampah
di salah satu sudutnya.
Pada
Taman Budaya Yogyakarta ini juga terdapat kegiatan pendukung seperti adanya
perpustakaan, rumah makan, art shop,
ruang binnale (seni rupa) dan area parkir mobil dan motor serta area servis.
Pada
bagian belakan gedung concert hall
juga terdapat ruang perunjukkan outdoor
atau biasa disebut dengan teater halaman dengan ukuran yang tidak terlalu
besar. Dan terlihat juga anak-anak remaja yang sedang melakukan kegiatan
disana.
Dan setelah puas melihat lihat ke area
belakang, saya kembali ke area depan, tepatnya ke bangunan yang sudah menjadi
daya tarik saya, yakni Gedung Societeit Militair. Gedung ini adalah peninggalan
belanda pada masa lalu. Dulu fungsinya sebagai sarana rekreasi anggota militer
belanda beserta keluarga. Pada hari istimewa misalnya hari kelahiran Ratu
Wilhemina disini digelar aneka pertunjuka misal sulap, tonil, dan konser musik.
Tempat ini juga digunakan untuk bermain anggar.
Dan
sekarangpun bangunan ini masih di jaga dan tidak mengalami perubahan bentuk yang
mendasar. Di dalam bangunan ini terdapat hall yang cukup besar, terlihat sekali
ruangan tersebut memiliki ciri khas dari arsitektur belanda.
Dan
di dalamnya lagi terdapat ruang pertunjukkan berkapasitas 230 penonton.
Dan
itulah sedikit mengenai Taman Budaya Yogyakarta yang saya kunjungi di tahun
kemarin. Senang rasanya dapat mengunjungi bangunan-bangunan yang dapat mewadahi
kegiatan seni dan budaya sambil melihat-lihat bentuk arsitektur dan juga
menambah wawasan dalam ilmu pengetahuan.
Sumber gambar :
dokumentasi pribadi, 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar