Halooooo….
Hari ini gue mau
nulis tentang satu buku. Hadiah dari dintha dan nove di ulang tahun gue yang ke
21 di tahun kemarin, Sebenernya mereka udah tahu yang gue pengen, yaps buku ini. Buku yang udah
gue lirik-lirik di Toko buku dan belum sempat terbeli. Dan tanpa gue duga mereka
beliinnn ….horeeeeee…Alhamdulillah gratis :p
Yap. Sore itu
entah bulan apa di tahun kemarin pas gue ke toko buku, dan lagi asik-asiknya
liatiin buku (atau liat judulnya) :p, tiba-tiba mata gue berhenti di satu judul
buku. Ya., buku dengan judul SINGGAH.
Gue liat
covernya yang sederhana dengan sampul warna cokelat, tapi gue suka. Ada gambar
bis, kapal laut, pesawat terbang dan kereta api. Dan semuanya punya jejak yang
berbeda. Jejak dimana ada suatu persinggahan. Persinggahan dimana ada cerita. Ya, selalu ada
cerita dimanapun kita singgah. Dimanapun itu. Karena apa? Karena buku ini
bilang, ‘Karena hidup adalah persinggahan’. :)
Awalnya gue kira
ini novel, tapi pas liat nama-nama penulisnya di bawah judul, agak heran karena
penulisnya banyak. Gak nanggung-nanggung, ada sebelas :p . wew.
Oke, saatnya
membalik buku ini untuk baca sinopsisnya, begini sinopsisnya…
Terminal, bandara pelabuhan, stasiun:
Tempat persinggahan, keberangkatan,
perhentian.
Ada banyak kisah tentang pertemuan dan
perpisahan. Tentang orang-orang yang menanam kakinya di sana. Mereka yang
berbagi luka dan cinta. Tentang rindu yang diam-diam dipendam. Tempat yang
selalu ingar binar, tetapi juga melesapkan sepi yang menggerogoti jiwa-tanpa
suara.
Seorang lelaki menapak tilas jejak
kekasihnya yang hilang ke sebuah dermaga, lelaki lainnya memancing bintang. Di
stasiun tua, pak tua berpeci lusuh duduk menanti mataharinya setiap dini hari.
Di bandara, koper-koper tertukar, dan ada cinta yang menemukan pelabuhannya. Di
terminal, panas kopi membakar lidah dan hati.
Sebelas penulis
merangkai kenangan di empat tempat persinggahan.
Mengantar pergi,
menjemput pulang.
Itu sinopsisnya. Dan gue? Gue tersenyum. Itu aja.
:)
Dan kiranya gue
tahu, kenapa ada banyak penulis disini. Justru dengan banyaknya penulis disini
mereka membagi cerita tentang tempat-tempat persinggahan yang berbeda.
Setelah liat dan
cari-cari di internet tentang buku ini karena belum sempat kebeli waktu itu,
banyak sudah suara. Suara dari para pembaca. Pembaca yang berbeda-beda. Ada
yang bilang bagus, ada yang bilang biasa aja. Dan gue belum baca, jadi belum
bisa bilang apa-apa. Dan ketika buku ini ada, dan akhirnya bisa baca. Sekarang
gue cukup tahu.
Mungkin harus cukup
memahami kata ‘Singgah’ itu sendiri. Kata singgah itu ngingetin gue sama
stasiun pondok cina, tempat dimana gue merasa nyaman. Merasa sepi di tempat
yang ramai. Tapi gue suka. Disana salah satu tempat persinggahan terindah gue.
Karena disana banyak cerita, Cerita dimana kita ga perlu harus ngobrol dulu untuk
tahu sebuah cerita. Cukup dimana ketika mata gue menemukan sosok yang punya
cerita tanpa harus bercerita. Berharap kalian tahu maksudnya.
Dimana sekitar
pukul setengah sepulu malam . Ketika gue merhatiin kakek-kakek penjual tisu di
stasiun, yang sering gue temuin saat siang dan malam. Udah cukup tua, tapi
kakinya masih kuat untuk menjajakan tisu, kadang gue liat tatapannya kosong
waktu dia istirahat sejenak. Lelah mungkin. Tapi kita gak tahu, apa yang
sebenarnya dirasain. Ada banyak hal yang mungkin hanya bisa gue pertebak dari
raut wajahnya, selain rasa lelah. Harusnya dalam usianya itu dia bisa duduk
santai menikmati senja, bermain dengan cucu mungkin. Harusnya. Tapi gak semua
hal kita tahu.
Juga sama gadis kecil
yang suka bagiin amplop kosong sama orang-orang yang duduk di peron, termasuk
membaginya ke gue. Amplop kosong warna putih, ada tulisannya ‘untuk beli buku
sekolah’ , terus gadis itu nyanyi sambil mengecrek botol yang isinya beras,
menghasilkan bunyi. Gue tatap wajahnya yang masih polos saat itu. Harusnya
seusiannya udah ada di kamar, bersiap tidur untuk besok sekolah. Tapi dia?
Menyanyi sebisanya, berharap ada selembar uang di dalam amplopnya. Yang gue
liat saat itu dia cukup kuat dalam usianya, singgah dari satu tempat duduk ke
tempat duduk yang lain. Dengan maksud sama, bagi-bagiin amplop dan bernyanyi.
Waktu nyanyi matanya menatap ke atas, malu mungkin, bosan atau memang lelah di
tempat persinggahan yang sama.
Ada banyak
cerita dimanapun kita singgah. Termasuk disini, di stasiun ini. Ada banyak hal
yang belum kita lihat dan mengharuskan kita melihat, belum pernah kita dengar
dan mengharuskan kita dengar, dan belum pernah kita rasakan apa yang mereka
rasakan.
Setidaknya kita
gak selamanya jadi penebak.
Sedikit mungkin,
tapi itu yang buat gue cukup mengerti isi cerita dalam buku singgah ini. Bisa
merasakan cerita-cerita di dalamnya, meskipun ada cerita yang belum gue paham.
Tapi gak papa, seenggaknya gue menemukan ‘jiwa’ di beberapa bagian dalam buku
ini.
Mereka yang
bilang buku ini biasa aja, gak papa. Banyak yang menuntut mendapatkan cerita
yang bisa mereka suka, mudah dimengerti. Tanpa harus memahami. Dan lebih jauh
dari itu banyak mereka hanya menebak. Karena memang sulit untuk tidak menjadi penebak.
Okeh….skip
Nah, di dalam
buku ini ada beberapa cerita :
Jantung (Jia
Effendie)
Drmaga Semesta
(Taufan Gio)
Menunggu Dini
(Alvin Agastia Zirtaf)
Moskha (Yuska
Vonita)
Kemenangan Apuk
(Bernad Batubara)
Langit di Atas
Hujan (Dian Harigelita)
Semanis Gendhis
(Anggun Prameswari)
Rumah untuk
Pulang (Anggun Prameswari)
Memancing
Bintang (Aditia Yudis)
Para Hantu &
Jejak-jejak di Atas Pasir (Adellia Rosa)
Koper (Putra
Perdana)
Persinggahan
Janin di Pelabuhan Cerita (Artasya Sudirman)
Pertemuan di Dermag
( Jia Effendie)
Ada banyak
cerita yang gue suka, salah satunya ‘Rumah untuk Pulang’, ‘Dermaga Semesta’,
‘Memancing Bintang’ dan ‘Persinggahan Janin di Pelabuhan Cerita’. :))
Dan ada banyak petikan
kata dalam buku ini yang gue suka, salah satunya :
‘Bukan tentang sesuatu yang hilang, tapi tentang
kekikhlasan melepas pergi’
‘…lebih baik sendiri daripada harus hidup dengan
drama’
‘…selalu ada waktu untuk pergi dari suatu
persinggahan’.
Gak banyak gue
bisa certain isi dari buku ini, biar kalian baca sendiri :)
Okeh itulah
sedikit tulisan gue tentang buku ini, baca buku ini rasanya mengajak gue untuk
singgah ke tempat di dalam cerita itu,
sedikitnya melihat, mendengar dan merasakan apa yang mereka rasakan meskipun
itu dalam rangkaian cerita, atau mengingatkan kita pada tempat-tempat
persinggahan kita yang punya banyak cerita. Karena apa? ‘Karena hidup adalah
persinggahan’ :)
Dadaaahhhhhh…..
o.lestari